KOPI DALAM KEBUDAYAAN SUNDA [resensi buku]

insan kamil
5 min readOct 9, 2023

--

Penulis, Atep Kurnia

Kopi menjadi tanaman penting bagi orang sunda yang tinggal di sekitar priangan saat itu (Bandung, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Sumedang, Garut). setidaknya daerah-daerah tersebut menjadi wilayah yang ditujukan oleh VOC (veerenigde oostindische compagnie) untuk diberlakukannya Preanger Stelsel atau sebutan lainnya Koffie Stelsel. Buku kopi dalam kebudayaan Sunda ini membahas secara lugas bagaimana sistem tanam dan tanaman kopi ini sangat berpengaruh bagi kehidupan dan pada akhirnya membentuk kebudayaan dan menghasilkan budaya yang bagi ‘urang Sunda’ terhadap kopi

Kopi dalam kebudayaan Sunda (2021) merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Atep Kurnia, Atep adalah seorang penulis, peneliti literasi, penerjemah, dan editor. Lahir di Bandung, 10 Mei 1979. Sejak 2012 bekerja di Badan Geologi. Kiprah kepenulisan Atep kurnia cukup banyak melahirkan karya dalam literasi budaya sunda. Beberapa kali mengikuti lomba dan diapresiasi dengan penghargaan, seperti berhasil mendapat anugerah Lembaga Bahasa jeung Sastra Sunda (LBSS) 2003. LBSS juga menganugerahinya Hadiah I Bidang Esai Tahun 2006. Dari segi penulis sebagai peneliti Atep kurnia aktif dalam riset ditempat beliau bekerja dibidang Geologi

Buku ini memiliki 148 halaman, yang terbagi menjadi 18 bab pembahasan. Seluruh isi buku full teks tanpa gambar atau ilustrasi. Penulis banyak menyertaan penggunaan kutipan berbahasa Sunda dan Belanda sebagi sumber utama buku ini, beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Penulis membuka pembahasan pada dua bab yakni bab kata kamus dengan istilah dalam aspek berbahasa yang muncul digunakan orang Sunda terhadap kopi dengan bahasa penutur utama bahasa Sunda dan bahasa Belanda . Atep menemukan banyak sumber berbahasa sunda dan belanda yang ditulis orang belanda ataupun yang pada akhirnya dialih bahasakan kedalam bahasa sunda, serta dua kamus yang disusun oleh orang Sunda.

Dikutip menurut penulis, di sini budidaya dan budaya akibat kopi terawetkan dalam khazanah perkamusan Sunda. Atep telah menelusuri berbagai kamus berbahasa Sunda yang terbit sejak tahun 1841, kamus ini yakni karya Andries de Wilde (1781–1865), selain itu kamus susunan Jonathan Rigg seorang filantropi Inggris, lalu ada susunan S Coolsma (1840–1926), ada karya R Satjadibrata (1948), dan karya dari R.R Harjadibrata (2003).

Seperti yang ditemukan di kamus karya Wilde yang didalamnya terdapat tiga bahasa, setidaknya ini menjadi lima lema awal tentang kopi, contoh diantaranya seperti “kopi (koffij)”, “boewah kopi (koffijboonen)”, dan “kebon kopi (koffijtuin)”. Sedangkan kamus lain yang penulis sertakan susunan Satjadibrata (1948) terdapat diantaranya kata seperti “amis buah kopi (agak manis), “cawerang (minuman kopi yang tidak kental”, dan ‘cikopi (minuman kopi). Kamus yang berhasil ditelusuri oleh penulis memperlihatkan tanaman kopi beserta budidaya dan budayanya terekam jelas dengan istilah yang mengiringinya, terutama dalam proses pengolahan, pelaku, dan budaya menikmati kopi.

Gambaran pada bab selanjutnya yakni bab perkenalan, di sini penulis menjelaskan secara historis bagaimana tanaman kopi dibawa ke Java (Jawa) dilanjutkan bagaimana proses budidaya dan penyebarannya kebeberapa wilayah di jawa. Hal lain yang juga dijelaskan dalam bab ini diantaranya tentang berbagai varietas tanaman kopi yang dicoba ditanam dan hambatan budidaya tanaman kopi,

Aspek budidaya tanaman kopi dibahas dalam bab budidaya, Gudang, pejabat, cacah/somah, hukuman dan kekes. Yang menarik dari bab-bab ini yang saya temukan adalah telah adanya sumber tertulis berupa buku panduan. Atep menemukan sisipan karangan Andries de Wilde (1841) bertajuk “Pagawean Njien Kebon Kopi” (Pekerjaan membuat kebun kopi), ini merupakan publikasi cetak pertama yang berbahasa Sunda yang menjelaskan tentang menanam dan memelihara kebun kopi. Lalu setelah itu banyak tulisan cetak berupa majalah maupun buku berbahasa Sunda yang menuliskan tentang budidaya tanaman kopi.

Pada bab Gudang, pejabat, cacah/somah, dan hukuman, atep menjelaskan para “pemeran dan adegan” yang terlibat dalam system tanam kopi yang berjalan di tanah priangan dalam system Preanger stelsel. Seperti di bab Gudang disini menggambarkan bagaimana bangunan “Gudang” terbentuk karena adanya kebutuhan distribusi yang dilakukan dari awal diperkebunan sampai akhirnya tiba di Batavia untuk dikirim ke luar Jawa. Peran pejabat VOC dan pejabat pribumi yang berada dibawah kendali VOC sangat penting, hal ini berkaitan kontrol terhadap kopi yang ditanam diseluruh wilayah priangan. Hal ini selanjutnya memperlihatkan patron jabatan yang terbentuk sesuai dengan wilayah tugas dan pembagian tugas.

Peran cacah/somah dijelaskan penulis sebagai orang yang terdampak dari diberlakukannya system tanam kopi. Cacah sendiri memiliki arti golongan kuring atau rakyat biasa. Setiap cacah diwajibkan menanam dan bekerja, jika terjadi kesalahan atau pun membangkang terhadap system tanam kopi ini akan mendapat hukuman. Penulis menjelaskan hukuman apa saja yang akan diterima para cacah pada bab 7.

Munculnya budaya dari kopi dikalangan orang atau masyarakat sunda berkembang seiring sudah berjalannya budidaya tanaman kopi tersebut. Penulis membahasnya dalam sepuluh bab, diantaranya tentang “Ngopi”, “Kecanduan”, “Warung”, “Bajigur”, “Warna”, “Motif Batik”, “Topomini”, “Sajen”, “Sisindiran”, dan “Musik”.

Saya mencoba menyadur tiga judul bab yang menarik untuk digambarkan. Bab “Ngopi”, ngopi sendiri merupakan aktifitas meminum air kopi, tetapi ngopi juga bisa dipakai untuk istilah memakan suatu makanan. Mengambil kutipan dari Wilde, dia telah menyaksikan cara orang Priangan membuat minuman kopinya. “in den mond uitschudden, waarna zij met hunnen nap, van kokosnotenschaal, water uit de rivier schepten en eenige teugen na drunken” (saat suatu pagi dia melihat seorang pribumi mengeluarkan bungkusan kecil dari korset atau ikat pinggangnya, lalu mereka mengambil air, dari sungai dengan cangkir tempurung kelapa, dan kemudian minum beberapa teguk). Lalu Wilde bertanya kepada pribumi dan dijawab “Ukker ngoppie kawoela noehn (ukur ngopi kaula nun — hanya ngopi, tuan).

Perkembangan budaya ngopi terlihat bagaimana banyak istilah yang baru untuk memperlihatkan hal dalam meminum kopi, dari ngopi, cikopi, kopieun, opieun, ngopi cikopi. Hal tersebut berlanjut ke lingkungan dimana orang sunda meminim kopi, dari kebiasaan dirumah, lalu beranjak dengan adanya “warung kopi”.

Topomini sendiri memiliki menandakan suatu tempat, sedangkan pada topomini kopi menandakan dan menjelaskan tempat-tempat yang dinamai karena memiliki keterikatan dengan kopi. Menurut penulis topomini kopi di Tatar Sunda dengen jelas membuktikan adanya dialektika antara kopi dengan orang Sunda. Beberapa topomini yang bisa ditemukan sampai saat ini diiantaranya, kebon kopi, selakopi, babakan kopi, bojong kopi, dll.

Selain bagian-bagian yang saya kutip dan ceritakan diatas, masih banyak lagi yang bisa kalian temukan didalam buku ini, dari hal tentang kopi sebagai minuman, kopi sebagai warna, dan berbagai bentuk budaya Sunda yang melibatkan kopi didalamnya.

Setelah membaca dengan seksama buku ini, kelebihan buku jika dilihat dari sumber referensi pembuatan sangat kredibel dengan menggunakan sumber-sumber utama sejaman dimana ini merupakan kekuatan dari buku ini. Atep Kurnia sangat lugas menceritakan secara runut dari apa yang dia telusuri dan temukan tentang kopi dan kebudayaan terbentuk karena kopi. Menurut saya buku ini jadi buku yang penting tentang keberadaan kopi di Indonesia pada time line “first wave”.

Kekurangan dari buku ini yang saya nilai adalah dibagian tidak adanya penggambaran/ilustrasi visual yang dapat melengkapi tulisan yang sudah bagus secara pembahasan dan penyampaian. Hal ini mengingat bahwa sumber sejarah visual bisa menguatkan sumber dan tulisan yang ditulis oleh sang penulis. Jika penulis menemukan sumber sejarah visual berupa foto, lukisan, gambar/ilustrasi tentu hal ini sangat penting dimasukan juga.

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Kopi dalam Kebudayaan Sunda

Penulis : Atep Kurnia

Penerbit Buku : Layung

Kota Terbit : Garut

Tahun Terbit : 2021

Tebal Buku : 13 x 18 cm l 148 hlm l Softcover

Harga :

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

insan kamil
insan kamil

Written by insan kamil

Based in Bali | Belajar menulis

No responses yet

Write a response